KISAH PUTRA BATU
Oleh Yusuf Burhanudin

Pada abad ke-15, seorang santri yang karena kebodohannya terpaksa dikeluarkan dari pesantren. Setelah mengemasi semua barang, dengan berat hati dan rasa malu, ia minggat dari asramanya. Di tengah perjalanan, ia bingung harus pulang ke mana. Nah, ketika ia berteduh di bawah pohon karena
gerimis, secara tak sengaja pandangannya tertuju pada rintik-rintik hujan yang menimpa sebuah batu.

Batu yang dikenal keras itu ternyata bisa berlubang akibat terus-menerus ditimpa rintik-rintik hujan. "Kebodohanku sama kerasnya dengan batu itu, tapi mungkin akan tunduk juga jika dilawan dengan ketekunan yang terus-menerus," pikirnya.

Seketika itu pula, ia mengurungkan niat pulang kampung, lalu balik ke pesantren. Meniru falsafah batu tersebut, ia mulai tekun belajar sehingga siapa sangka santri 'bodoh' itu ternyata berhasil menjadi ulama besar nan terpandang serta paling disegani pada masanya.
Siapakah sang santri itu?

Dialah Ibnu Hajar Al-Asqalani (w 852 H/1449 M), sejarawan dan pakar hadits berkebangsaan Mesir, pengarang kitab Fathul Bari Syarah Hadits Shahih Bukhari. Tak satu pun orang dapat memprediksi jika pada saatnya kemudian dia menjadi ulama yang namanya harum hingga kini. Tak heran jika falsafah batu yang "menyadarkannya" itu digandengkan dalam namanya sendiri, Ibnu Hajar atau Putra Batu.

Ada dua hikmah dalam kisah ini. Pertama, diperlukan ketekunan dan pengorbanan dalam meraih kesuksesan. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, kata Allah dalam QS 53:39.

Kedua, kegagalan adalah bagian dari kehidupan manusia. Sebagaimana keberhasilan, ia adalah sisi kelengkapan (ujian) Tuhan terhadap seluruh manusia. Dia menciptakan segala sesuatu senantiasa berpasang-pasangan: malam-siang, lelaki-perempuan, gagal-berhasil. Itu semua bagaikan dua sisi
mata uang dari perjalanan kehidupan.

Karenanya, orang yang benar-benar gagal bukanlah orang yang pernah mengalami kegagalan, melainkan orang-orang yang kalah ketika menempuh kegagalan itu sendiri. Abraham Lincoln, mantan pengecer koran yang jadi presiden ke-16 AS, pernah berkata, "Sukses berjalan dari satu kegagalan ke kegagalan yang lain, tanpa kita kehilangan semangat."