ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
Di dalam Hukum Perikatan dikenal tiga asas penting, yaitu asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, dan asas kebebasan berkontrak
1. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi:"Salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak." Ini mengandung makna, bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas Konsensualisme muncul diilhami dari hukum romawi dan hukum jerman. Di dalam hukum Germani tidak dikenal asas konsensualisme, tetapi yang dikenal adalah perikatan riil dan perikatan formal. Perikatan riil adalah suatu perikatan yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (kontan dalam hukum adat) sedangkan yang disebut perikatan formal adalah suatu perikatan yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta autentik maupun akta di bawah tangan). Dalam hukum romawi dikenal istilah Contractus Verbis Literis dan Contractus innominat, yang artinya bahwa terjadinya perjanjian, apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal di dalam KUH Perdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.
2. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda berhubungan denagn akibat perjanjian. Hal ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: "Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang." Asas Pacta Sunt Servanda pada mulanya dikenal di dalam hukum gereja. Di dalam hukum Gereja itu disebutkan bahwa terjadninya suatu perjanjian apabila ada kesepakatan kedua belah pihak dan dikuatkan dengan sumpah. Ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua belah pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan denagn unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangannya asas pacta sunt servanda diberi arti pactum, yang berarti sepakat tidak perlu dikuatkan denagn sumpah dan tindakan formalitas lainnya, sedangkan nudus pactum sudah cukup dengan sepakat saja.
3. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan Berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi: "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya." Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: (1) membaut atau tidak membuat perjanjian; (2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun; (3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratan (4) menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. Di samping ketiga asas itu, di dalam lokakarya hukum perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional. Kedelapan asas itu: asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, asas kebiasaan, dan asas perlindungan.